Jumat, 11 Januari 2008

PASCA BENCANA ALAM PANTI




Refleksi 2 Tahun Setelah Bencana Alam Panti
Oleh : Suharyono
Koordinator Forum Komunikasi Anak Bangsa ( FKAB )

Malam tahun baru 2006 di Kelurahan Mangli sejak sore hingga malam hari di guyur hujan lebat membawa suasana dingin yang mencekam dan sepi dalam kebisuan acara tahun baruan yang biasanya hiruk pikuk oleh deru kendaraan bermotor dijalanan, namun pada malam itu suasana disibukkan oleh luapan kali semangir yang mencapai 1 meter masuk kerumah warga Mangli yang ada di dusun Krajan sehingga hingar bingar bukan dari kesibukan menyambut malam tahun baru namun oleh karena adanya luapan air kiriman dari sungai Kaliputih yang mengalir ke kali semangir, sungguh ironis yang mestinya warga Mangli bergembira menyambut datangnya tahun baru tetapi malam itu malah banjir yang datang, sampai-sampai pada saat kegiatan bupati, dprd dan pejabat lain ditinggalkan dan datang untuk melihat bencana yang menimpa warga mangli, demikian juga dengan masyarakat Tanggul yang juga terkena banjir yang diakibatkan oleh turunnya hujan yang terus menerus membuat longsornya tanah diwilayah Kebun Zelandia dan PDP yang menewaskan beberapa hewan ternak dan seorang meninggal.
Pada tanggal 1 Januari 2006 hujan tetap tak henti-hentinya mengguyur di lereng Gunung Argopuro sampai menjelang pukul 21.00 warga masyarakat mulai resah dengan hujan yang tidak berhenti dan sekitar pukul 23.00 mulai terdengar gemuruh dari kaki Gunung Agopuro tepatnya di Gunung Pasang areal milik PDP dan Kebun Jawati yang ternyata ada longsoran yang menghantam dari arah barat ke timur demikian juga dari timur menghantam ke barat sehingga aliran sungai kaliputih dan sungai denoyo tidak dapat menampung luapan lumpur yang diakibatkan oleh longsoran dan membanjiri serta menghantam rumah-rumah warga yang dekat dengan longsoran serta sebagian Pabrik pengolahan kopi milik PDP, dan lebih ironis lagi yang afdeling Kaliputih rata dengan tanah yang tinggal hanya rumah dinas Sinder Kebun Kaliputih semua rumah karyawan dan Pabrik Pengolah Kopi rata dengan tanah, sehingga menelan korban jiwa puluhan dan bahkan ratusan saudara-saudara kita tertimbun oleh tanah maupun yang terbawa oleh derasnya air bah yang ditimbulkan oleh longsornya tanah di Gunung Pasang dan bahkan bukan hanya diwilayah Gunung Pasang saja yang jadi korban namun warga disepanjang aliran sungai Kaliputih juga kena dampaknya seperti di Wilayah Rmbipuji dan Balung terkena imbasnya luapan air bah yang ditimbulkan karena gundulnya lereng dari Gunung Pasang sehingga tidak ada penguat tanaman yang menyanggahnya, sebab di lereng – lereng banyak pohon yang ditebangi secara semabarang dan liar, demikian juga di Kecamatan Arjasa dan Jelbuk juga terjadi Bencana longsor yang juga akibat dari gundulnya lereng – lereng gunung disepanjang wilayah yang ditebangi secara sembarangan untuk kepentingan dirinya, dan itu semua tidak lepas dari indikasi adanya kongkalikong para aparat terkait dan para oknum penegak hukum.....?
Namun dari kejadian itu semua tidak pernah menjadikan jera para penebang – penebang liar / illegalloging untuk terus melakukan penebangan tidak hanya dilereng Gunung Argopuro saja tetapi juga di wilayah – wilayah lain seperti di Wilayah selatan timur yang nota bene wilayah Taman Nasional, Perhutani dan PTP serta PDP juga sebelah barat Kabupaten Jember semuanya banyak yang Gundul, ini diakibatkan kurang tanggapnya pihak-pihak pengelola yang tidak pernah mau memahami dan terkesan cuek dengan dampak dari yang ditimbulkan bila dilakukan penebangan secara sembarangan bahkan tanah yang gundul tadi malahan ditanami Kopi, Sengon dan lain sebagainya, yang secara sembunyi-sembunyi ternyata bahwa tanah bekas tanaman yang ditebang tersebut akan digunakan untuk perluasan lahan produksi, padahal semua tanaman itu tidak kuat sebagai tanaman penyanggah, disamping itu para aparat penegak hukum tidak pernah tegas dalam minindak para pelaku penebang liar baik yang sudah tertangkap maupun yang akan melakukan penebangan liar tersebut, sehingga mereka tidak pernah ada efek jera atau mungkinkah aparat penegak hukum (ada oknum) yang bermain-main dengan para pelaku illegalloging..? wallahuallam.
Karena semua juga banyak contoh di Kabupaten Jember para penebang liar dengan seenaknya menebang tanpa halangan apapun untuk menebang, tetapi yang bukan penebang (yang hanya ambil rancak-rancaknya) ditindak sampai dimeja hijau namun yang penebangnya dibiarkan saja sehingga ini yang membuat para penebang liar masih leluasa untuk menggunduli lereng-lereng Gunung maupun Hutan yang ada di Kabupaten Jember, dan bahkan pada tanggal 21 Agustus 2007 kami menemukan kayu hasil tebangan dari penebang liar di lereng Gunung Pasang kemudian pada tanggal 29 Agustus 2007 warga suci juga menemukan timbunan kayu di pinggir sungai yang secara tidak sengaja karena warga akan menyusuri adanya pencemaran limbah di Daerah Irigasi (D.I.) Denoyo yang ternyata adalah limbah kopi dari Pabrik Pengolah Kopi Gunung Pasang, yang kebetulan juga kami akan menuju ke Gunung Pasang untuk melihat mungkin masih adanya para penebang liar yang beraksi kembali, namun berpapasan dengan warga yang akan pulang tersebut ditengah jalan yang kebetulan melihat timbunan kayu di sungai denoyo sebelah selatan Pabrik milik PDP, yang akhirnya kami memberitahukan hal ini kepada Polsek Panti untuk menindak lanjuti temuan warga tersebut, milik siapa kayu yang ditimbun dipinggir sungai tersebut. Namun sampai saat ini tidak ada kejelasan sampai sejauh mana penanganan yang dilakukan oleh Polsek Panti sejak ditemukannya kayu – kayu yang di Gunung Pasang itu.......? Januari 2008 kembali terjadi longsor kembali, tetapi bukan di lereng Gunung Argopuro namun sudah beralih diwilayah Timur yaitu di Kecamatan Silo tepatnya di Baban Silosanen dimana longsor terjadi juga akibat dari penggundulan Hutan dan beralihnya fungsi Hutan menjadi Hutan Produksi, dimana penggundulan dilakukan sejak tahun 90 an yang hinggi kini tidak ada perbaikan yang serius dari pengelola hutan, walaupun ada perbaikan namun tidak pernah serius karena menurut kami bahwa perbaikan / penanaman kembali (reboisasi) hanya dilakukan dilereng-lerengnya saja padahal yang sangat memprihatinkan bahwa diatas atau ditengah hutan sudah gundul dan bahkan sudah banyak pemukiman warga masyarakat, sehingga walaupun sudah ada penanaman baru tidak akan mampu untuk menahan longsoran yang dari atas, seharusnya pengelola lebih konsentrasi bagaimana yang diatas tersebut harus menjadi hutan kembali dan para pemukim diberi pemahaman bahayanya bila terjadi longsoran tanah dari atas hutan yang gundul. (kan contoh terjadi longsoran sudah terlalu banyak makan korban). Akankah terjadi kembali longsoran-longsoran lain di wilayah Jember ini.....? Semua itu tergantung pada para pengelola Hutan dan pengelola Perkebunan itu sendiri. WALLAHUALLAM.!!!

Tidak ada komentar: